Minggu, 10 April 2011

PERANAN KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

Kata Pengantar
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkah, anugrah dan karunia yang melimpah, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, saya membahas tentang peranan koperasi dalam pembangunan social dan ekonomi. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada pengarang buku maupun artikel yang telah membantu saya dengan tulisannya.
Saya sebagai penyusun makalah ini, dengan kerendahan hati mohon dibukakan pintu maaf apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekhilafan yang disengaja maupun tidak sengaja.

Bekasi, Maret 2011

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan ekonomi pun semakin berkembang. Seperti contohnya adanya peranan ekonomi dalam pembangunan ekonomi khususnya di Negara yang sedang berkembang. Namun disamping itu juga terdapat dampak makro dan mikro dalam proses perkembangan koperasi. Oleh karena itu dalam makalah ini, saya akan membahas tentang peranan koperasi dalam penbangunan ekonomi khususnya di Negara yang sedang berkembang yaitu Indonesia.



LANDASAN TEORI
 Koperasi merupakan salah satu bentuk kegiatan (organisasi) usaha bersama dalam pembangunan social dan ekonomi.
 Dampak makro dan micro dari organisasi koperasi.
 Aspek-aspek pokok koperasi.


PERANAN KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI
I. PERANAN KOPERASI DI NEGARA YANG SEDANG BERKEMBANG
Pembentukan organisasi koperasi yang mandiri dan otonom telah diterima dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Organisasi koperasi relatif terbuka dan demokrasi, mempunyai perusahaanyang dimiliki bersama dan dapat mewujudkan keuntungan-keuntungan yang bersifat social/ekonomis dari kerja sama bagi kemanfaatan para anggotanya.
2. Melalui pembentukan perusahaan yang dimiliki secara bersama, para anggota memperoleh peningkatan pelayanan dengan pengadaan secara langsung barang dan jasa yang dibutuhkannya atas dasar persyaratan yang lebih baik dibandingkan dengan yang diperoleh di pasar umum atau disediakan Negara.
3. Stuktur dasar dari tipe organisasi kopersi yang bersifat social ekonomis cukup fleksibel untuk diterapkan pada berbagai kondisi social ekonomis tertentu.
4. Para anggota yang termaksud golongan penduduk yang social ekonominya “lemah”, dapat memanfaatkan sarana swadaya yang terdapat pada organisasi koperasi untuk memperbaiki situasi ekonomi/sosialnya, dan untuk mengintegrasikan dirinya dalam proses pembangunan social ekonomis.
Usul-usul mengenai peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi social Negara-negara yang sedang berkembang, Konferensi Umum Internasional Labour Organization dan International Labour Office, melalui Rekomendasi 127 yang menyatakan dengan tegas, bahwa :
1. Pembentukan dan pertumbuhan kopersasi harus merupakan salah satu alat yang penting bagi pembangunan ekonomi, social, dan budaya, serta kemajuan manusia di Negara-negara sedang berkembang.
2. Secara khusus, kopersai harus dididrikan dan dikembangkan sebagai sarana :
a. untuk memperbaiki situasi ekonomi, social, dan budaya, dari mereka yang memiliki sumber daya dan kesempatan yang terbatas, demikian pula untuk mendorong semangat mereka untuk berprakasa.
b. untuk meningkatkan sumber daya modal pribadi dan nasional melalui usaha-usaha yang mengarah kepada pembentukan simpanan, menghilangkan riba dan pemanfaatan kredit secara sehat.
c. untuk memberikan kontribusi kepada perekonomian melalui peningkatan langkah-langkah pengawasan secara demokratis atas kegiatan-kegiatan ekonomi dan atas pembagian hasil usaha secara adil.
d. untuk meningkatkan pendapatan nasional, penerimaan ekspor dan penciptaan lapangan kerja dengan memanfaatkan sumber daya secara penuh.
e. untuk memperbaiki kondisi social, dan menunjang pelayanan social dibidang-bidang seperti perumahan, kesehatan, pendidikan, dan komunikasi.
f. untuk membantu meningkatkan pengetahuan umum dan teknik dari para anggotanya.
3. Pemerintah-pemerintah, Negara-negara sedang berkembang agar merumuskan dan melaksanakan suatu kebijakan yang memungkinkan koperasi memperoleh bantuan dan dorongan yang bersifat ekonomi, keuangan, teknik, hokum atau yang lain, tanpa mempengaruhi kemandiriannya.
4. a. Dalam menerapkan kebijakan semacam itu peril dipertimbangkan kondisi-kondisi ekonomi dan social sumber daya yang tersedia dan peranan yang dapat dimainkan oleh koperasi dalam pembangunan Negara yang bersangkutan.
b. Kebijakan itu perlu diintegrasikan kedalam rencana pembangunan sepanjang hal itu sesuai dengan cirri-ciri pokok koperasi.
5. Kebijakan itu perlu selalu ditinjau dan disesuaikan dengan perubahan-perubahan kebutuhan ekonomi dan social, dan dengan kemajuan teknologi.
6. Gerakan koperasi perlu dilibatkan dalam perumusan dan jika mungkin dalam pelaksanaan pembangunan social/ekonomi.
a. Pemerintah yang bersangkutan sebaiknya melibatkan kopersi atas dasar yang sama seperti organisasi-organisasi yang lain dalam perumusan rencana ekonomi nasional dan tindakan-tindakan pada umumnya.
b. Seperti yang ditetapkan dalam pasal 7 dan pasal 9, ayat ( 1 ) yang merekomendasikan bahwa kopersi perlu memiliki kewenangan untuk mewakili kepentingan koperasi anggotanya baik ditingkat local, regional maupun ditingkat nasional.

II. DAMPAK KOPERASI TERHADAP PROSES PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI
A. Dampak Mikro dari suatu Koperasi
1. Dampak mikro yang bersifat langsung terhadap para anggota dan perekonomiannya, yang timbul dari peningkatan jasa pelayanan perusahaan koperasi dan dari kegiatan-kegiatan kelompok koperasi. Jika pelayanan tersebut diterima oleh anggota dapat :
a. Menerapkan metode-metode produksi yang inovatif, yang memungkinkan peningkatan produktivitas dan hasil produksi keseluruhannya dalam jumlah yang besar.
b. melakukan diversivikasi atau spesialisasi dalam proses produksinya.
2. Dampak mikro yang bersifat tidak langsung terhadap lingkungann organisasi kopersi dapat secara serentak memberikan kontribusi pada perkembangan social dan ekonomi. Dampak-dampak persaingan dari koperasi; pembentukan suatu perusahaan koperasi dalam situasi pasar yang ditandai oleh persaingan, akan memaksa para pesaing lainnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan mereka.

B. Dampak Makro dari Organisi Koperasi
Ada 4 kontribusi-kontribusi dalam beberapa bidang :
1. Politik
Kontribusi-kontribusi yang potensial terhadap pembangunan “politik”, sejumlah harapan dari dampak belajar para anggota koperasi, yang berpartisipasi secara aktif dalam lembaga-lembaga kopersi yang diorganisasi secara demokratis.
2. Sosial
Kontribusi-kontribusi yang potensial terhadap pembangunan “social budaya”. Wadah ini sebagai perkumpulan yang bersifat sukarela dalam proses pembangunan dari bawah diharapkan akan bertitik tolak dari struktur social yang ada, dan akan merangsang inovasi-inovasi tertentu yang dapat mengubah masyarakat tradisional tanpa merusaknya.
3. Ekonomi Sosial
Jika koperasi berhasil meningkatkan pelayanannya secara efisiensi bagi para anggotanya yang secara social ekonomis “lemah” dan “miskin”, maka ia telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap proses integrasi ekonomi dan social.
4. Ekonomi
Kontribusi-kontribusi yang potensial terhadap pembangunan ekonomi :
a. perubahan secara bertahap perilaku para petani dan pengusaha kecil dan menengah yang semula berpikir tradisional menjadi termotivasi dan akan memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan sumber dayanya sendiri.
b. diversivikasi struktur produksi, perluasan usaha pengadaan bahan makanan dari bahan mentah.
c. peningkatan pendapatan dan perbaikan situasi ekonomi para petani, pengrajin, dan pekerja lepas dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan.
d. peningkatan kegiatan pembentukan modal dan perbaikan “modal manusia” melalui pendidikan latihan manajer, karyawan, dan anggota.
e. transformasi secara bertahap para petani yang orintasinya pada pemenuhan kebutuhan dasar ke dalam suatu system ekonomi yang semakin berkembang, melalui pembagian kerja dan spesialisasi yang semakin meningkat.
f. pengembangan pasar, perbaikan stuktur pasar, perilaku pasar dan prestasi pasar, dan persaingan semakin efektif akan memperbaiki koordinasi yang saling membantu dari berbagai rencana ekonomi konsumen dan produsen berbagai barang dan jasa.

III. ASPEK-ASPEK POKOK KOPERASI DAN SISTEM EKONOMI
Ada 3 sistem ekonomi yang berbeda berdasarkan kesamaan-kesamaan hakiki yang terdapat dalam struktur pembuatan keputusan, struktur infomasi dan motivasi pada perekonomian Negara-negara industri.
a. sistem perekonomian swasta atau kapitalis, misalnya Amerika Serikat, Republik Federasi Jerman, dan Negara-negara industri Barat lainnya termasuk Jepang.
b. Sistem perekonomian sosialis yang direncanakan dari pusat, misalnya Republik Demokrasi Jerman dan Uni Soviet.
c. Sistem perekonomian pasar sosialis dengan pemilikan masyarakat (Yugoslavia) atau denagn pemiliakn Negara (Hongaria) yang telah dikembangkan berdasarkan pengalaman-pengalaman negatif yang diperoleh dari penerapan bentuk perencanaan administratif dari pusat atau berbagai kegiatan ekonomi dan atas berbagai proses pembangunan.

IV. KOPERASI SEBAGAI SARANA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Jika dilihat dari segi pandangan pemerintah yang mendukung pengembangan koperasi hal tersebut tidak dianggap sebagai sasaran akhir dalam pengka melaksanakan kebijakan pembangunan nasional. Ada 3 perbedaan penting mengenai koperasi sebagai sarana pemerintah, sebagai sarana swadaya yang otonom dari para anggota dan koperasi yang diawasi Negara:
1. Koperasi sebagai sarana atau alat pemerintah, di mana pemerintah mempengaruhi atau mengawasi organisasi ini secara langsung dan secara administrasi untuk melaksanakan tigas-tugas khusus dan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka menerapkan kebijakan dan program pembangunan.
2. Koperasi dipertimbangkan pemerintah sebagai alat swadaya para anggotanya, dan mencoba mempengaruhi secara tidak langsung agar menunjang kepentingan para anggotanya dan untuk merangsang timbulnya dampak-dampak yang berkaitan dengan pembangunan
3. Koperasi diawasi Negara, di mana pengaruh administrasi pemerintah secara langsung terhadap penetapan tujuan dan pengambilan keputusan usaha pada organisasi-organisasi koperasi sering diterapkan.

V. KONSEPSI PENGEMBANGAN KOPERASI
Suatu konsepsi pemerintah yang konsisten dan bersifat umum mengenai usaha yang mendorong secara tidak langsung pertumbuhan secara bertahap dan pengembangan sendiri dari organisasi-organisasi koperasi trediri atas:
a. penggabungan-penggabungan secara sistematis dari berbagai kebijakan untuk menciptakan kondisi-kondisi pokok, yang disesuaikan dengan situasi social ekonomi dan budaya Negara-negara yang bersangkutan.
b. menunjang pertumbuhan secara bertahap organisasi swadaya koperasi dan gerakan koperasi.
Kebijakan-kebijakan pokok pemerintah yang bersifat instrumental bagi terciptanya berbagai kondisi pokok yang sesuai bagi pertumbuhan bertahap organisasi-organisasi swadaya koperasi secara singkat diuraikan sbb :
1. peraturan-peraturan resmi dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang memadai bagi perintisan dan pengembangan sendiri organisasi swadaya koperasi dan gerakan koperasi.
2. fasilitas-fasilitas berupa informasi, pendidikan dan latihan bagi calon anggota, pengurus, manajemen organisasi-organisasi swadaya koperasi, juga untuk orang-orang yang bertindak sebagai promoter-promotor usaha swadaya, yang dipekerjakan pada berbagai lembaga pengembangan usaha swadaya.
3. fasilitas menyangkut pelayanan auditing dan konsultasi maupun bantuan manajemen
4. perlakuan yang sama atau yang bersifat preferensi
5. keringanan pembebasan pajak
6. bantuan-bantuan keuangan dalam bentuk kredit, subsidi, dan donasi untuk kasus-kasus tertentu
7. peraturan-peraturan antitrust
8. struktur-stuktur lembaga-lembaga pengembangan swadaya.
Pertikaian Konsepsi
Mereka yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di Negara yang sedang berkembang menghadapi tugas yang sulit untuk menciptakan keserasian antara dua tujuan yang satu sama lain bertentangan :
• Di satu pihak, proyek-proyek pembangunan harus dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang cepat.
• Di lain pihak, proyek-proyek tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pola pengembangan suatu struktur social yang lebih baik

VI. SEBAB-SEBAB KEGAGALAN ORGANISASI KOPERASI
Kebijaksanaan pada dasarnya beranggapan bahwa, jika persyaratan –persyaratan minimum itu tidak dapat dipenuhi, maka kekurangan itu selama jangka waktu tertentu dapat diganti dengan bantuan-bantuan pemerintah,sbb :
• Prakarsa untuk membentuk koperasi diganti dengan aktivitas-aktivitas dri pegawai dinas pengembangan koperasi
o Kemampuan untuk memberikan kontribusi terhadap modal koperasi diganti dengan donasi-donasi pemerintah atau pinjaman-pinjaman lunak.
o Keterampilan manajemen untuk untuk menjalankan perusahaan koperasi diganti oleh pegawai-pegawai pemerintah.
o Efisiensi ekonomis perusahaan koperasi dalam hubungan dengan dan untuk kepentingan anggota diciptakan secara semu melalui pemberian hak-hak istimewa, seperti pengecualian pajak, monopoli untuk mengusahakan produk-produk tertentu, audit tanpa pembayaran imbalan jasa dan sebagainya
o Setelah jangka waktu tretentu diharapkan, bahwa koperasi-koperasi yang didukung dengan bantuan pemerintah itu dapat merubah dirinya sendiri melalui suatu proses yang berlangsung secara otomatis menjadi organisasi-organisasi yang benar-benar dapat berdiri sendiri.
Secara sistematis persyratan-persyaratan yang diperlukan bagi pertumbuhan koperasi, yaitu
• Hanya menunjang kegiatan-kegiatan koperasi yang berkaitan langsung dengan kepentingan-kepentingan para anggota
• Mendorong para anggota untuk berperan serta dalam pemilihan pengurus, pengawas dan dalam pengambiln putusan
• Membiarkan suatu tingkat otonomi tertentu kepada koperasi-koperasi itu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, sehingga kegiatan-kegiatan ekonominya selalu dapat disesuaikan dengankepentingan-kepentingan ekonomi para anggotanya.
“Koperasi-koperasi kesejahteraan” yang dapat menimbulkan masalah :
• Menimbulkan beban yang berat bagi pemerintah
• Tidak dikelola sebagaimana layaknya suatu organisasi ekonomi, tetapi lebih menyerupai suatu lembaga administrasi
• Menampung semua orang yang membutuhkan bantuan tanpa memperhatikan keinginan dan kemampuan mereka untuk bekerja sama demi suatu tujuan yang sama
• Tidak merubah dirinya menjadi organisasi-organisasi swadaya sebagaimana diharapkan

VII. SARANA DAN CARA MENGGUNAKAN BANTUAN PEMERINTAH SECARA EFEKTIF
Secara umum, dapat dikatakan bahwa dana-dana atau bantuan keuangan pemerintah dapat diberikan secara efektif, apabila seluruh bantuan dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan menciptakan persyaratan-persyaratan bagi pertumbuhan ekonomi.
1. A. Pengurangan Pengaruh Pemerintah Terhadap Koperasi yang Disponsori Pemerintah
Berbagai kebijakan dan program yang diarahkan bagi perintisan dan dukungan koperasi harus dirancang sesuai dengan suatu konsepsi yang konsisten secara teoritis dan memenuhi syarat kelayakan dalam praktek. Dengan demikian, sekurang-kurangnya akan terdiri atas tiga tahap de-ofisialisasi (pengurangan pengaruh pemerintah), yaitu sbb:
Tahap I
Mendukung perintisan organisasi koperasi. Prioritas dalam tahap ini unntuk merintis berdirinya koperasi dan perusahaan koperasi yang menurut ukuran, struktur dan kemampuan manajemennya cukup mampu untuk memajukan para anggotanya secara efisien fengan menawarkan barang/jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kepentingan dan tujuannya. Diharapkan bahwa hal ini dapat ditingkatkan dalam jangka panjang oleh organisasi koperasi yang otonom.
Tahap II
Melepaskan koperasi dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, manajerial dan keuangan secara langsung dari organisasi-organisasi pemerintah dan dikendalikan oleh Negara. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung perkembangan sendiri koperasi kea rah tahap kemandirian dan otonomi , artinya bantuan langsung, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian harus dikurangi.
Tahap III
Perkembangan koperasi selanjutnya sebagai organisasi mandiri yang otonom. Setelah tahap-tahap swadaya dan otonom berhasil, koperasi-koperasi yang semula disponsori Negara dapat meneruskan perkembangannya sebagai organisasi koperasi sekunder dan tertier. Perkembangan selanjutnya dapat ditingkatkan secara tidak langsung melalui kondisi pokok yang sebenarnya diciptakan melalui penggabungan yang tepat berbagia instrument kebijakan yang berorientasi pada organisasi koperasi.

1. B. Pemusatan Perhatian pada Pengembangan Prakoperasi
Persysaratan-persyaratan bagi terbantuknya dan pertumbuhan koperasi, yaitu sbb:
1. Terdapat sejumlah (calon) anggota yang cukup dan tidak puas dengan keadaan ekonomi dan sosial yang ada dan bertujuan secara aktif memperbaikinya.
2. Mereka memiliki gagasan-gagasan konkrit mengenai organisasi koperasi sebagai suatu sarana yang sesuai untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan bersama.
3. Terdapat keuntungan-keuntungan dari kerja sama yang potensial, yang dapat diwujudkan bagi kemanfaatan mereka.
4. Mereka menganggap pembentukan koperasi adalah alternative terbaik untuk mencapai tujuan-tujuannya.
5. Mereka bersedia untuk bekerja sama dan membentuk satu kelompok koperasi.
6. Mereka cukup termotivasi dan mampu untuk berpartisipasi dalam pembentukan suatu perusahaann koperasi dan untuk terlabih dahulu memberikan kontribusinya yang bersifat pribadi dan keuangan yang dibutuhkan untuk maksud tersebut.
7. Tidak ada kaidah tradisional maupun ketentuan dan peraturan hokum yang menghalangi suatu organisasi swadaya koperasi yang baru, yang dapat dikatakan sebagai suatu inovasi terhadap lingkungan setempat.


KESIMPULAN

Usaha-usaha secara langsung untuk membantu pengambangan koperasi dari bawah harus dilakukan dengan menyediakan landasan perundang-undangan dan mekanisme administrasi yang sesuai dengan usaha untuk menunjang perkembangan prakoperasi.
Sesuai dengan kebijakan ini sebaliknya pemerintah memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha yang membantu mempersiapkan landasan bagi pengembangan koperasi dan menciptakan suatu iklim di mana koperasi dapat tumbuh atas kekueatannya sendiri.
Sumber : https://matakuliahekonomi.wordpress.com/tag/peranan-koperasi-di-negara-yang-sedang-berkembang

Senin, 28 Februari 2011

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
• SEBELUM KEMERDEKAAN
Belanda yang berkuasa selama 350 tahun, sudah menerapakan berbagai system yang masih tersisa hingga kini.
 Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC, sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrool, yang antara lain meliputi :
a. Hak mencetak uang
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC. Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permitaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan.

 Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (system tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. System ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan system konsinyasi (monopoli ekspor).

• ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
 Inflasi sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
 Adanya blockade ekonomioleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
 Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

 Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya system ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
- Gunting syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
- Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Sistem ekonomi Ali-Baba (cabinet Ali Sastroaminoto 1) yang diprakasai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha Pribumi.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaanya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

 Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada system etatisme (segalanya diatur oleh pemerintah). Dengan system ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam social, politik, dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp50, uang kertas pecahan Rp1000 menjadi Rp100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 desembar 1965 menjadikan uang senilai Rp1000 menjadi Rp1. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.

• ORDE BARU
Pada awal orde baru, stabilitasi ekonomi dan stabilitasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam system ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan system etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah system ekonomi campuran dalam kerangka system ekonomi pancasila.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercemin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang secara periodic lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indicator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme.

• ORDE REFORMASI
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan maneuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati Soekarnoputri.
 Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
 Meminta penundaan pembayaran utang luar sebesar US$ 5,8 miyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116.3 triliun.
 Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan Negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesiamenjadi 4,1%.

 Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan controversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan controversial pertama itu menimbulkan kebijakan controversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya relisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negeri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.