Senin, 28 Februari 2011

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
• SEBELUM KEMERDEKAAN
Belanda yang berkuasa selama 350 tahun, sudah menerapakan berbagai system yang masih tersisa hingga kini.
 Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC, sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrool, yang antara lain meliputi :
a. Hak mencetak uang
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC. Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permitaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan.

 Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (system tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. System ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan system konsinyasi (monopoli ekspor).

• ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
 Inflasi sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
 Adanya blockade ekonomioleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
 Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

 Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya system ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
- Gunting syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
- Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Sistem ekonomi Ali-Baba (cabinet Ali Sastroaminoto 1) yang diprakasai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha Pribumi.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaanya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

 Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada system etatisme (segalanya diatur oleh pemerintah). Dengan system ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam social, politik, dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp50, uang kertas pecahan Rp1000 menjadi Rp100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 desembar 1965 menjadikan uang senilai Rp1000 menjadi Rp1. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.

• ORDE BARU
Pada awal orde baru, stabilitasi ekonomi dan stabilitasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam system ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan system etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah system ekonomi campuran dalam kerangka system ekonomi pancasila.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercemin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang secara periodic lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indicator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme.

• ORDE REFORMASI
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan maneuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati Soekarnoputri.
 Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
 Meminta penundaan pembayaran utang luar sebesar US$ 5,8 miyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116.3 triliun.
 Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan Negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesiamenjadi 4,1%.

 Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan controversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan controversial pertama itu menimbulkan kebijakan controversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya relisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negeri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.